Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terus melakukan penelusuran terkait aliran dana dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe sebagai tersangka
Penelusuran yang dilakukan KPK dalam pengembangan penanganan perkara ini juga berpeluang menjerat Gubernur Papua nonaktif itu dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya mengkaji kemungkinan penerapan mentersangkakan pasal-pasal lain selain dugaan suap dan gratifikasi.
KPK juga melakukan penelusuran terhadap aliran dana dalam bentuk perubahan aset atau kepada siapa uang itu diberikan setelah diduga diterima oleh Lukas Enembe.
"Ini kami pastikan juga didalami. Sehingga, kemungkinan apakah bisa diterapkan ketentuan undang-undang lain seperti TPPU ini juga menjadi kajian kami di depan," kata Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/1).
Apabila dalam proses penyidikan dalam empat bulan ke depan ditemukan alat bukti yang cukup, KPK akan menjerat Lukas dengan pasal-pasal lain seperti TPPU.
Namun, apabila dalam kurun waktu tersebut ternyata, misalnya, tidak atau belum ditemukan kecukupan alat bukti, maka pembuktian akan disampaikan pada proses hukum selanjutnya di persidangan.
"Itu yang selalu KPK lakukan. Di proses penyidikan kami kembangkan, di proses penuntutan dan persidangan juga kami kembangkan dari fakta-fakta hukum yang kemudian berkembang dari proses persidangan. Ini punya waktu yang cukup panjang saya kira," tutur Ali.
KPK menangkap Lukas di Jayapura pada Selasa (10/1). Lukas kemudian diterbangkan ke Jakarta dan diperiksa lebih lanjut oleh penyidik KPK pada Kamis (12/1) setelah dinyatakan selesai menjalani masa pembantaran penahanan selama dua hari di RSPAD Gatot Subroto.
Sebelum menangkap Lukas, KPK telah melakukan penyitaan aset berupa emas batangan, perhiasan emas, dan kendaraan mewah dengan nilai sekitar Rp4,5 miliar. Hal itu diperoleh penyidik dari hasil penggeledahan di berbagai tempat, di antaranya di Papua, Jakarta, Sukabumi, Bogor, Tangerang dan Batam.
Selain Lukas, KPK juga menetapkan Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) sebagai tersangka. Dalam perkara ini, Lukas diduga menerima suap senilai Rp1 miliar dari Rijatono Lakka.
Dugaan suap itu dilakukan untuk mendapatkan tiga proyek pembangunan di Papua senilai Rp41 miliar. Temuan lain KPK menduga Lukas juga telah menerima gratifikasi yang terkait dengan jabatannya sebagai gubernur senilai Rp10 miliar.